View (58)
Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Provinsi Bali mengadakan Rapat Konsolidasi Kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman di Denpasar, Senin (07/05/2018). Kegiatan ini dihadiri bukan hanya dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berperan, namun juga dari pihak pemangku daerah tersebut yang dalam kesempatan kali ini dihadiri oleh camat kabupaten/kota.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Bali Nyoman Astawa Riadi. Astawa mengungkapkan, salah satu target pembangunan nasional yang ingin dicapai dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 adalah terwujudnya kota yang layak huni. Hal ini kemudian dituangkan dalam amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 melalui perwujudan kota tanpa permukiman kumuh, yang kemudian menjadi salah satu sasaran dalam Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019 yang harus diimplementasikan melalui berbagai program peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan.
“Dalam pelaksanaan amanat tersebut, kita dihadapkan dengan berbagai tantangan seperti urbanisasi dan perkembangan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sehingga akan berpengaruh terhadap kepadatan permukiman dan pelayanan dasar. Besarnya tantangan ini terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan, dimana sampai dengan tahun 2017 penduduk miskin di daerah perkotaan hampir mencapai 10,49 juta dan diikuti juga dengan luasnya kawasan kumuh yang mencapai 38.431 hektar dan terdapat backlog perumahan mencapai 7,6 juta rumah,” ungkap Astawa.
Menurut Astawa, untuk menjawab hal tersebut, Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman telah melakukan penanganan kumuh perkotaan sejak tahun 2015, untuk mendukung Gerakan 100-0-100, yaitu dengan menyediakan 100% akses air minum, mengurangi luasan kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan 100% akses sanitasi.
“Perwujudan Gerakan 100-0-100 dilakukan dengan pendekatan membentuk sistem yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Pemerintah Pusat memberikan fasilitasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai nahkoda pembangunan dan pengembangan permukiman di daerah dengan memberdayakan komunitas dan para pemangku kepentingan,” kata Astawa.
Astawa menambahkan, penanganan permukiman kumuh merupakan penanganan yang multisektor, melibatkan banyak pihak, bersifat kolaboratif, membutuhkan dana yang cukup besar, dan memerlukan keberlanjutan dalam penanganannya. Disamping itu, penanganan permukiman tidak bisa dilakukan hanya untuk komponen tertentu, melainkan harus untuk seluruh komponen yang mewujudkan keterpaduan kawasan, baik dari segi mikro maupun makro, dari aspek fisik lingkungan, ekonomi dan sosial. Keterbatasan sumber daya para pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan dan mengelola hal ini tentunya menjadi tantangan yang harus mampu kita jawab bersama. (Randal Bali/ari)