LOADING

Pemberdayaan

ASPEK PEMBERDAYAAN

Prinsip Membangun Kesadaran & Kepedulian Masyarakat 

•Membangun  penyadaran secara terus menerus;
•Tidak menggurui;
•Tidak memaksa;
• Menempatkan masyarakat sebagai subyek; dan
•Totalitas dan menyeluruh.
 

Upaya Membangun/Menggerakan Kepedulian Masyarakat

•Sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat;
•Pelibatan secara aktif pada pihak-pihak yang mempunyai pengaruh (tokoh kunci) di lingkungan setempat;
•Kampanye PHBS melalui media yang sesuai dengan kondisi masyarakat di lingkungan; dan
•Membangun kesadaran masyarakat untuk keberlanjutan kwalitas infrastruktur terbangun tetap terjaga dengan baik sebagai wujud rasa memiliki.
 

Tentang KOTAKU

Tentang Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)

Program KOTAKU merupakan salah satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam percepatan penanganan permukiman kumuh dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.

Sebagaimana arah kebijakan pembangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk membangun sistem, fasilitasi pemerintah daerah dan fasilitasi komunitas (berbasis komunitas) maka KOTAKU akan menangani kumuh dengan membangun platformkolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan peran masyarakat.

KOTAKU dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269 kabupaten/kota, pada 11.067 desa/kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kumuh yang ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing kabupaten/kota, permukiman kumuh yang berada di lokasi sasaran Program KOTAKU adalah seluas 24.650 Hektare.

Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, KOTAKU akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan, kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh.

Tahapan pelaksanaan KOTAKU meliputi tahapan pendataan, dimana lembaga masyarakat di desa/kelurahan yang bernama Badan/Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM), sudah melakukan pendataan kondisi awal (baseline) 7 indikator kumuh di desa/kelurahan masing-masing. Setelah itu, disusun dokumen perencanaan yang terintegrasi antara dokumen perencanaan masyarakat dengan dokumen perencanaan kabupaten/kota. Hasil perencanaan ini menentukan kegiatan prioritas untuk mengurangi permukiman kumuh dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru, yang akan dilaksanakan, baik oleh masyarakat atau oleh pihak lain yang memiliki keahlian dalam pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.

Monitoring dan evaluasi akan dilakukan secara berkala guna memastikan ketepatan kualitas dan sasaran kegiatan, sehingga dapat membantu percepatan penanganan permukiman kumuh. Kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas untuk pemerintah daerah dan masyarakat akan dilakukan bersama tahapan kegiatan. Termasuk mendorong perubahan perilaku dalam pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana dasar permukiman.

Program ini telah disosialisasikan kepada pemerintah daerah pada 27 April 2016 bertempat di Jakarta. Karena, BKM sudah berpengalaman dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, diharapkan peran BKM akan menjadi faktor yang dapat mempercepat tercapainya permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Dan  peran BKM ini di-“revitalisasi” terlebih dahulu, dimana sebelumnya berorientasi pada penanggulangan kemiskinan, kini berorientasi ke penanganan kumuh.

Sumber pembiayaan KOTAKU berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor, yaitu Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan Asian Infrastructure Investment Bank. Selain itu juga kontribusi pemerintah daerah, melalui APBD maupun swadaya masyarakat, akan menjadi satu kesatuan pembiayaan guna mencapai target peningkatan kualitas kumuh yang diharapkan.

Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan guna mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

Dalam tujuan umum tersebut terkandung dua maksud, yakni pertama, memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan. Kedua, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat dan partisipasi pemerintah daerah.

Oleh karenanya penjabaran atas tujuan program, adalah memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur permukiman sesuai dengan 7 + 1 indikator kumuh, penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk mengembangkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder), dan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood).

Indikator tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bangunan Gedung

  • Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk
  • kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang
  • ketidaksesuaian dengan persayaratan teknis sistem struktur, pengamanan petir, penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan bahan bangunan

2. Jalan Lingkungan

  • Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan aman dan nyaman
  • Lebar jalan yang tidak memadai
  • Kelengkapan jalan yang tidak memadai

3. Penyediaan Air Minum

  • Ketidaktersediaan akses air minum
  • Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
  • Tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standar kesehatan

4. Drainase Lingkungan

  • Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan
  • Menimbulkan bau
  • Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan

5. Pengelolaan Air Limbah

  • Ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah
  • Ketidaktersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku
  • Tercemarnya lingkungan sekitar

6. Pengelolaan Persampahan

  • Ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan
  • Ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
  • Tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah

7. Ruang Terbuka Publik

  • Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH)
  • Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non hijau/ruang terbuka publik (RTP)

8. Pengamanan Kebakaran

  • Ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif
  • Ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai
  • Ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran

Tentang NUSP-2

NUSP-2 (NEIGHBORHOOD UPGRADING AND SHELTER PROJECT PHASE-2) merupakan salah satu program Pemerintah Indonesia untuk pengurangan penanganan di 16 Provinsi, 20 Kota/Kabupaten, 209 Kelurahan

KOMPONEN KEGIATAN (Output): 

  1. PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
  2. PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN (Skala Lingkungan dan Skala Kawasan)
  3. PEMBANGUNAN PERMUKIMAN BARU/NEW SITE DEVELOPMENT (4 Kota/Kabupaten yaitu Kendari, Palopo, Bima, Kapuas)
     

PRINSIP PERENCANAAN NUSP-2

  1. SIAP (Slum Improvement Action Plan)

    • Dokumen perencanaan dan strategi penanganan permukiman kumuh secara komprehensive skala kota, berdasarkan SK Kumuh yang ditetapkan Walikota/Bupati

    • Output berupa rencana aksi penanganan permukiman kumuh TA 2015-2019 (multi sektor, multi stakeholders dan multi pendanaan), serta DED untuk tahun 2016
    • SIAP turut memuat strategi penanganan kawasan dengan status lahan ilegal (contoh strategi yang dapat diusulkan : relokasi ke NSD, penerbitan legalitas dengan status HGB, dst)

  2. NUAP (Neighborhood Upgrading Action Plan)

    • Dokumen perencanan penangan lingkungan permukiman kumuh pada tingkat kelurahan
    • Disusun untuk pelaksanaan kegiatan ditingkat masyarakat yang dengan jangka waktu penanganan 3-5  tahunan
    • NUAP yang telah tersusun pada TA 2015 serta hasil review NUAP harus terakomodir dalam SIAP.
  3. RKM (Rencana Kerja Masyarakat)

    • §Merupakan dokumen yang disusun secara tahunan sebagai acuan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas skala lngkungan.
    • RKM disusun dengan mengacu pada NUAP
    • Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan TA 2016 dimana kegiatan di tingkat masyarakat akan dilakukan dalam 2 siklus / paket, maka RKM untuk kedua paket tersebut sebaiknya disusun sekaligus

Tentang PISEW

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM- PISEW), dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum bersama Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam pelaksanaannya, Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya bertindak sebagai lembaga pelaksana (executing agency) dibawah koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Kementerian Dalam Negeri membantu pelaksanaan program terutama dalam bidang sosialisasi, diseminasi, publikasi, kampanye program, dan pelatihan (penguatan kelembagaan). Selain bekerjasama dengan dua lembaga tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga berkoordinasi dengan kementerian terkait (pertanian, kelautan dan perikanan, pendidikan, serta kesehatan). 
 
Berdasarkan pengalaman dalam pembangunan kawasan perdesaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memandang perlu untuk meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur yang mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan permukiman di kecamatan, serta meningkatkan kualitas permukiman perdesaan seluas 78.384 ha. Pengembangan ekonomi lokal memiliki posisi strategis dalam RPJMN tahun 2015-2019, sekaligus tertuang dalam Nawacita Presiden Republik Indonesia: 
  • Ke-3: membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kesatuan.
  • Ke-6: meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sehingga bangsa Indonesia dapat maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 
  • Ke-7: mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.  
Beberapa sasaran Nawacita pun tertuang dalam rencana pembangunan berbagai infrastruktur, seperti transportasi, sanitasi, kesehatan, peningkatan dan pemasaran hasil produksi.  Berdasarkan latar belakang dan kondisi tersebut, maka Pedoman Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) ini disusun sebagai acuan untuk pelaksanaan kegiatan.